bisnisedia.com

Jumat, 11 Oktober 2013

Cinta Lingkungan Salah Kaprah

Stop global warming.
Say NO to plastic bags.
Save our rainforest.
Save the ozone layer.


Jargon dan tagline seperti demikian pastinya sudah sering Anda dengar akhir-akhir ini. Isu pemanasan global dan beberapa isu lingkungan lainnya semakin semarak di berbagai media dan secara umum menimbulkan respon positif dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat awam mulai mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai lingkungan, polusi, emisi, serta dampaknya yang berkelanjutan terhadap kehidupan manusia keseluruhan. Ada beberapa fenomena menarik yang terjadi berkaitan dengan booming isu-isu lingkungan ini; sebagian dari antaranya skeptik, unik, bahkan memalukan.

Cinta lingkungan jadi trend gaul anak muda.

To be honest, kampanye cinta lingkungan memang suatu hal yang baik dan benar-benar terpuji. Kampanye tersebut kerap dikemas menjadi kampanye anak gaul sehingga membangun persepsi anak muda yang kira-kira disimpulkan dengan kalimat:

“Lo keren karena lo cinta lingkungan.”.

Pastinya dunia ini akan menjadi lebih baik apabila dihuni oleh manusia-manusia yang peduli akan lingkungan. Tetapi, entah mengapa, sepertinya banyak orang/pihak yang sengaja mengejar image ‘cinta lingkungan’ semata-mata hanya untuk terlihat keren, gaul, dan up-to-date. Saya agak tergelitik ketika melihat anak-anak ABG berjalan menyusuri mall-mall mengenakan baju distro yang menyuarakan kampanye cinta lingkungan. Sebagian dari diri saya berpikir positif dan merasa tergugah atas pesan mulia yang mereka sampaikan tapi entah mengapa pikiran skeptis saya menganggap mereka sebagai korban iklan dan melakukannya hanya atas dasar ikut-ikutan agar terlihat keren.

Saat ini, isu lingkungan menjadi front-page dan headline berbagai media termasuk majalah anak muda. Singkatnya, ‘cinta lingkungan’ menjadi ‘trend‘ anak muda jaman sekarang. Sejarah membuktikan bahwa isu panas selalu berganti-ganti dan selalu naik-turun; itu berlaku untuk fashion, gossip, marketing, sains, teknologi, bahkan politik. Katakanlah dalam 3 tahun ke depan, ‘cinta lingkungan’ tidak lagi menjadi trend gaul anak muda, apakah Anda tetap mencintai lingkungan? Saya yakin Anda akan menjawab ‘ya’ dengan lantang; saya hanya ingin Anda mengingat jawaban itu untuk 3 tahun, 5 tahun, bahkan 50 tahun ke depan.

Global warming dengan teorinya yang cukup ‘unik’.

Anda tidak tahu global warming? Berarti Anda ketinggalan zaman. Terminologi ‘global warming‘ dan kroco-kroconya dapat dikategorikan sebagai frasa populer tahun ini. Bahkan ‘carbon neutral‘ – sebuah terminologi yang menjelaskan efek emisi karbon overall terhadap perubahan iklim – dinobatkan menjadi Oxford Word of the Year 2006. Saking populernya topik tersebut, sebuah band indie menamakan dirinya ‘Efek Rumah Kaca‘.

Berikut ini potongan lirik salah satu lagu mereka yang kebetulan juga berjudul ‘Efek Rumah Kaca‘:
Tipis ozon berlubang
Debu kosmik hujan asam
Matahari tiada tirai
Bakal bunga tak mekar

Kita akan terbakar…
Diwariskan untuk anak dan cucu kita

Saya tidak bermaksud menyalahkan atau membenarkan keterhubungan istilah-istilah lingkungan yang terdapat dalam lirik tersebut. Atau membahas validitas hubungan sebab-akibat yang seharusnya tergambarkan secara benar antara lirik dan judul lagunya. Dalam lirik lagu, musik, dan seni, semuanya bisa dianggap sah-sah saja. Band tersebut bahkan cukup unik dalam setiap liriknya yang miring dan merupakan bentuk kritisi isu publik yang sedang terjadi seperti isu politik, lingkungan, dan bahkan kaum homoseksual. Namun, hal yang saya ingin garis bawahi ialah, seiring dengan populernya terminologi-terminologi lingkungan di masyarakat, perbedaan mendasar di antara masing-masing terminologi tersebut semakin blur dan bahkan muncul teori-teori aneh yang lebih cocok untuk dikategorikan sebagai gosip.

A: Global warming tuh apa sih?
B: Hmm.. jadi, ozon itu berlubang karena tingginya polusi industri, lalu karena ozon berlubang sinar matahari semakin banyak yang menembus ozon sehingga bumi memanas.. lalu turunlah hujan asam. Nah global warming deh..

Bahkan saya memiliki kutipan yang jauh lebih menarik:
A: Efek rumah kaca tuh apa ya??
B: Jadi di kota-kota besar kan semakin banyak gedung pencakar langit, nah pada umumnya mereka memiliki dinding luar yang terbuat dari kaca. Gedung-gedung itu dibangun sedemikian berdekatannya sehingga panas matahari saling terpantul dari satu gedung ke gedung lainnya. Akhirnya temperatur bumi meningkat karena peristiwa itu. Itulah efek rumah kaca.

Saya merasa shock penuh dilema; saya bingung saya harus terharu atau tertawa. Kedua kutipan tersebut diambil dari dua blog berbeda yang keduanya memasang banner bertemakan ‘cinta lingkungan’ di sidebar-nya.

Saya bukannya merasa sok-pintar, tapi apakah sebegitu butanya kampanye ‘cinta lingkungan’? Apa memang ternyata pandangan saya benar bahwa banyak orang yang ikut serta mendukung kampanye ‘cinta lingkungan’ atas dasar ikut-ikutan dan sayangnya tanpa pengertian yang memadai? Saya berharap mereka hanya sekedar kekurangan informasi yang tepat. Semoga mereka semua memang tulus ingin menjadikan bumi ini lebih baik.

Kampanye anti-plastik yang terkesan agak skeptis.

Anda pernah mendengar event Anti Plastic Bag Campaign? Sebuah event yang mempopulerkan informasi tentang plastik sebagai produk kimia yang membutuhkan yang sangat lama untuk terdegradasi oleh alam sehingga apabila dikaitkan laju produksi plastik seperti sekarang ini, sudah dapat dipastikan limbah plastik akan menggunung di pembuangan akhir. Jonas, sebuah studio foto terkemuka di Bandung, mulai mempopulerkan kantong yang terbuat dari kertas sebagai pengganti kantong plastik untuk mendukung kampanye global mengenai isu lingkungan. Bahkan majalah Gogirl milik pacar dijual tanpa pelindung plastik dengan alasan majalah tersebut mendukung kampanye ‘cinta lingkungan’ walaupun tiap halaman dalam majalah tersebut terbuat dari kertas yang juga mengandung plastik.

Pertanyaan mendasar yang harus dipikirkan ialah:
“Apakah kita bisa hidup bebas dari plastik?”
Kertas majalah, casing handphone, botol Mizone, keyboard laptop, kemasan eu de toilette Benetton, piring adek bayi, pipa paralon, dashboard mobil, celana olahraga, jaket polyester, debit card Visa Mandiri, member card Blitz Megaplex, bahkan bagian casing plasma TV dan home theater system.
“Lo mo balik ke jaman batu?”

Anti plastic bag campaign, kampanye kantong kertas, dan pengurangan penggunaan plastik pada dasarnya merupakan cara yang baik. Tapi, jangan pernah lupakan kampanye ‘buanglah sampah di tempat sampah’, kampanye pemilahan sampah, kampanye daur ulang, dan kampanye positif lainnya yang lebih terbuka terhadap fakta yang sebenarnya ada.

Bottomline.

Dari pagi hingga malam hari dalam siklus kehidupan kita, kita sudah menyebabkan sedemikian besar kerusakan lingkungan: listrik rumah kita yang disuplai dari pembangkit listrik yang berbahan bakar batubara/gas alam yang tentunya mengemisikan CO2, kertas-kertas yang kita pakai yang mengurangi jumlah pohon di dunia sehingga siklus fotosintesis terganggu, produk-produk teknologi di sekitar kita yang banyak dibuat dari material kimia yang tidak bio-degradable, emisi karbon dan polutan lainnya yang keluar dari mobil pribadi kita, penggunaan deterjen dan keberadaan limbah perumahan yang mencemari air tanah, dan banyak lagi aktivitas sehari-hari yang merusak lingkungan tanpa kita sadari. Solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut ialah beraktivitas dengan penuh kesadaran yang tepat serta bertindak bijak dan bertanggungjawab.

Lingkungan adalah tempat yang harus selalu kita jaga dan hargai, sekalipun itu sedang menjadi trend ataupun tidak. Lakukanlah itu dengan tulus dan bukan untuk hanya sekedar meningkatkan image atau untuk motivasi pribadi Anda. Bila Anda tulus mencintai lingkungan, jadilah duta lingkungan yang cerdas dan ‘berisi’. Tidak mungkin Anda menjadi duta lingkungan bila Anda sendiri tidak mengerti benar apa yang Anda sedang kampanyekan. Sadarilah ketergantungan kita akan teknologi dan carilah solusi implementatif yang terbuka terhadap fakta dan tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah A namun menciptakan masalah B.

Untuk bumi yang kucinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar